Pendahuluan
Termaktub didalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat. Amanat luhur yang tertulis didalam UUD 1945 tentang "bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat". haruslah menjadi inti sari dari aturan pasal-pasal yang tertulis didalam UU RI no.4 th.2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau disingkat MINERBA, apalagi pokok-pokok pikiran UU ini menegaskan bahwa "usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia dan usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan.
UU RI No.4 Th. 2009
Akan tetapi bab yang ada didalam UU RI no.4 Th.2009 ini yaitu bab V tentang Wilayah Pertambangan Rakyat sebagai tahap awal dikeluarkannya Izin Pertambangan Rakyat belum bisa efektif dan masih terlihat setengah hati untuk dapat memberikan kepastian hukum bagi Rakyat sendiri untuk turut andil secara penuh sebagai pelaku di dalam aktivitas pertambangan guna mewujudkan proses kesejahteraan dan kemakmuran mereka sebagaimana tertulis didalam pokok pikiran UU no 4 th,2009 dan UUD 1945.
sebagai contoh didalam Bab V bagian ketiga Wilayah Pertambangan Rakyat pasal 22 huruf f "kriteria untuk menetapkan WPR adalah merupakan wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun".. Pasal ini bisa tepat dan efektif di gunakan bagi daerah-daerah yang sebelum UU Minerba ini dikeluarkan telah ada pertambangan terutama batubara seperti di Kaltim, Kalteng, dan Baya Banten yang selama UU Minerba ini dikeluarkan berjalan secara ilegal atau belum ada izin (terkecuali kabupaten Baya prop Banten, dimana Pemda nya secara tegas mengatur permasalahan izin pertambangan yang dilakukan oleh rakyat) untuk Kaltim dan Kalteng sediri dalam masa "tidak berizin" itu juga mengunakan slaput "kerjasama" yang cukup rapi dan sistematis dengan pemda dan perusahaan-perusahaan yang telah memiliki izin pertambangan, dimana proses pertambangan batubara dilakukan besar-besaran dengan mengunakan alat berat dan mampu menembus pasar luar (ekspor). saat ini wilayah-wilayah tersebut telah menjadi prioritas untuk dikeluarkan IPR atau Izin Pertambangan Rakyat.
Bagaimana dengan daerah-daerah yang ketika UU Minerba ini dikeluarkan belum ada tambang-tambang batubara rakyat yang dikerjakan selama 15 tahun, dimana proses penambangan batubara telah dilaksanakan dan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan besar nasional maupun swasta, sebut contoh daerah Tanjung Enim atau Lawang Kidul sebuah kecamatan yang berada di kabupaten muara Enim, di daerah ini ada BUMN yang bergerak di pertambangan batubara yang telah beroperasi selama 65 tahun lebih dan telah berapa kali mengalami metamorfosa dari wilayah Tambang batubara yang dikelola secara tradisional oleh rakyat di tepian sungai sebelum masa kemerdekaan, sampai saat ini tambang batubara tersebut dikelola secara otomatis dengan teknologi yang canggih dan ilmu pengetahuan yang tinggi. tapi tetap sejatinya tambang batubara di daerah ini awalnya adalah dari kegiatan sehari-hari rakyat yang mengambil batubara di tepian sungai secara tradisional dengan menggunakan linggis dan palu serta rakit dimana batubara tersebut dipergunakan masyarakat untuk memasak dan sebagian berjualan ke palembang dengan menggunakan perahu menyusuri sungai enim dan lematang. pertanyaanya apakah daerah yang telah dikerjakan oleh rakyat selama lebih dari 300 tahun ini bisa dikriteriakan sebagai Wilayah Penambangan Rakyat (WPR) atau dikarenakan wilayah tersebut telah dikerjakan juga oleh negara melalui perusahaan yang bernama Perusahaan Nasional.Tambang Batubara lalu menjadi Perusahan Terbuka.Bukit Asam (saat ini telah menuju konsep swastanisasi atau saham negara tidak lebih dari 40%) dan telah mengantongi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), menjadi bias atau tidak bisa sama pemahamannya bagaikan air dan minyak, satu dikelola oleh Rakyat secara sederhana dengan menggunakan linggis dan blencong, satu dikelola oleh perusahan terbuka secara besar-besaran dengan menggunakan teknologi alat berat. Satu hasil nya sedikit = pajaknya kecil dan Satu hasilnya banyak = pajaknya besar...jelas berbeda..
PP No 23 Th.2010 Bab V sebagai JALAN
Kembali kita tetap kepada awal dari tulisan ini, bahwa UU No.4 Th.2009 mempunyai pokok-pokok pikiran bahwa usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat Indonesia dan UUD Th. 1945 sebagai landasan konstitusional Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat. Artinya Pemerintahaan dari pusat sampai daerah harus lah bisa mewujudkan bahwa aktivitas pertambangan mineral dan batubara yang berada di wilayah negara Republik Indonesia sebagai JALAN menuju kemakmuran dan kesejahteraan Rakyat Indonesia. Untuk itu jalan keluar dari memahami BAB V pasal 22 tentang kriteria Wilayah Penambangan Rakyat adalah wilayah atau tempat kegiatan tambang rakyat yang sudah dikerjakan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) tahun, bukanlah dijadikan alasan utama untuk tidak mewujudkan tujuan UUD Th.1945 dan UU RI no.4 Th.2009 tentang Kemakmuran dan kesejahteraan Rakyat yang di wujudkan lewat Jalan pertambangan terkhusus batubara yang dilakukan oleh rakyat, karena Ekonomi yang dilakukan oleh Rakyat, dari Rakyat akan kembali kepada Rakyat.
Dan Rekomendasi dari Penulis terhadap jalan keluar BAB V pasal 22 UU No.4 Th. 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terutama bagi daerah pertambangan khususnya batubara yang dikerjakan oleh Rakyat akan tetapi belum mencukupi usia 15 tahun adalah :
Mengunakan konsep kerjasama dengan perusahaan yang telah memiliki IUP Eksplorasi, yaitu dimana cikal bakal Wilayah Pertambangan Rakyat akan dikeluarkan dari WIUP perusahaan yang telah diberikan IUP Eksplorasi akan tetapi selama 4 tahun berturut-turut tidak dapat mempertahankan wilayah eksplorasinya seluas 25 ribu Ha. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Bab V tentang Penciutan Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus, Pasal 75 ayat 1 huruf b "Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi mempunyai kewajiban untuk
melepaskan WIUP atau WIUPK dengan ketentuan: pada tahun keempat wilayah eksplorasi yang dapat dipertahankan paling banyak 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare".
Banyak hal yang dapat dijadikan dasar bagi terbitnya aturan-aturan negara yang senantiasa berpihak kepada Rakyat, karena terbentuknya negara Republik Indonesia ini juga berawal dari perjuangan bersama Rakyat Indonesia secara heroik membebaskan negara ini dari belenggu penjajahan, toh mengapa setelah negara ini berdiri merdeka rakyat yang ikut berjuang selalu menjadi obyek penindasan dan penghisapan, kaum marginal yang terpinggirkan dan tidak bisa menjadi tuan dan raja di negeri sendiri..
Rabu, 26 Januari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)